Sabtu, 11 Februari 2012

Awal dari sebuah kampanye sosial Masyarakat Bebas-Bising


Menurut penelitian kedokteran, gaya hidup masyarakat di berbagai kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta, sangat rawan bila dilihat dari tingkat kebisingannya. Contoh: di mal, banyak pusat permainan yang ditujukan bagi anak-anak dengan bising yang seharusnya tidak boleh didengar lebih dari 15 menit. Atau music player yang harusnya punya batas aman tertentu, namun di Indonesia dibiarkan dipakai konsumen remaja tanpa aturan pemerintah yang menjaga kesehatan telinga. Selain itu kebisingan di tempat kerja, terkait dengan pengoperasian mesin dengan bising tinggi harus menjadi perhatian pemilik perusahaan bersama karyawan. Demikian pula dengan bising yang ditimbulkan oleh suara moda transportasi seperti knalpot motor, kendaraan umum, dan lain sebagainya. Termasuk pula penggunaan alat pengeras suara secara tidak tepat di rumah-rumah ibadah.

Memang membicarakan bising, pada akhirnya harus dikaitkan dengan masalah peraturan dan penegakkan UU atau Perda. Namun hal yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesadaran warga utk lebih bijaksana dan kritis dalam menjaga kesehatan pendengaran dirinya, ataupun keluarga terdekat mereka.


Untuk itulah Masyarakat Bebas-Bising yang diketuai oleh Slamet Abdul Syukur, berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye anti-bising. Komunitas ini didirikan pada tanggal 23 Januari 2010 baru lalu oleh berbagai kalangan masyarakat sipil yang peduli. Kampanye ini dimulai dari perancangan logo bersama-sama, dimana M. Sigit Budi S. dari komunitas Serrum membantu mendesain hingga logo itu mewujud. Logo komunitas yang ingin membentuk sebuah gerakan ini sederhana dan jelas: ikon pengeras suara dengan gelombang suara yang terlihat maksimum, diberikan tanda atau rambu larangan merah. Sesungguhnya tidak tertutup kemungkinan menciptakan garis-garis yang lebih ekspresif untuk ciptakan kesan darurat dan penting. Namun dengan logo yang ada pun sesungguhnya telah memenuhi fungsinya. Terlebih bila logo ini ditempatkan pada latar belakang berwarna putih, akan memberi kekuatan kontras yang tinggi.

Sigit pula yang kemudian merancang t-shirt putih Masyarakat Bebas-Bising – yang rencananya akan dijual sebagai salah-satu merchandize untuk pengumpulan dana. Selanjutnya komunitas itu membuka sebuah grup di jejaring sosial Facebook dengan nama\"Dukung Masyarakat Bebas-Bising\" Tahap Berikutnya kita semua sebaiknya bersiap-siap menerima edukasi berupa kampanye sosial tentang pentingnya menjaga telinga dari bising yang mengganggu kesehatan. Tidak tertutup kemungkinan bila ada insan periklanan yang berminat menjadi sukarelawan membantu perancangan kampanye sosial melawan kebisingan tersebut. Ayo kita dukung Masyarakat Bebas-Bising!

SIARAN PERS MASYARAKAT BEBAS-BISING

Kebisingan kota-kota besar di Indonesia sudah melewati ambang batas, sehingga tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran dan ketulian, tetapi juga membahayakan kesehatan fisik dan psikis masyarakat maupun lingkungan secara umum, terlihat dari fakta-fakta sebagai berikut:
Angka gangguan pendengaran telah mencapai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia.
10,7 % anggota masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta (pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain) mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
Pekerja pabrik baja usia 30-46 tahun, 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
Kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dB (desibel), sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
Kebisingan di banyak mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dB, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
Perubahan perilaku menjadi mudah marah dan agresif, sehingga menjadi pemicu tindak kekerasan yang kerap terjadi di ruang-ruang publik ditengarai sebagai akibat dari kebisingan.
Hal tersebut diakibatkan oleh makin meningkatnya sumber-sumber polusi kebisingan di sekitar kita, antara lain:
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar (di Jakarta saat ini jumlah kendaraan bermotor hampir sama dengan jumlah penduduknya).
Penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik (mal, tempat rekreasi keluarga, tempat-tempat ibadah, bandara, terminal bis dan kereta api yang tidak mengindahkan ambang batas kebisingan serta penataan akustik dari bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Gaya hidup masa kini (penggunaan alat-alat teknologi yang menghasilkan kebisingan) yang tidak bijaksana dan tidak memperhitungkan risiko gangguan pendengaran, seperti stereo system, knalpot modifikasi, balap motor liar, pemutar rekaman digital, telpon genggam, peralatan rumah tangga elektronik, dan lain-lain.
Aktivitas masyarakat yang meningkat dari waktu ke waktu di berbagai bidang, sehingga tingkat kebisingan lingkungan juga meningkat, misalnya pada malam hari sekalipun, saat ini sulit menemukan kawasan yang hening.
Kegiatan konstruksi di kawasan-kawasan tertentu (pemukiman, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
Kegiatan industri (kecil, menengah maupun besar) yang berada di sekitar kawasan pemukiman dan tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
Bencana besar sudah dapat dibayangkan di masa depan:
Rendahnya kualitas hidup masyarakat karena kebisingan yang makin menggila.
Masyarakat yang kacau batinnya sehingga menimbulkan sikap agresif dan kekerasan di mana-mana.
Manusia Indonesia yang sehat lahir, batin dan sejahtera seperti dicita-citakan tidak akan pernah tercapai.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya-upaya intensif oleh berbagai pihak untuk menanggulanginya segera dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Untuk itu Masyarakat Bebas-Bising didirikan, sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari individu, organisasi dari berbagai disiplin, yang seluruh kegiatannya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan prakarsa masyarakat serta kepedulian pihak pengambil keputusan untuk bersama-sama menanggulangi masalah tersebut.
Beberapa kegiatan yang segera akan dilakukan oleh Masyarakat Bebas-Bising antara lain:
1.Kampanye publik mengenai bahaya dari polusi kebisingan, baik bagi individu maupun masyarakat dan lingkungan secara umum.
2.Mendesak pemerintah untuk segera melengkapi kebijakan atau regulasi serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan peraturan yang sudah ada, dalam rangka mewujudkan lingkungan bebas bising dan perlindungan masyarakat.
3.Menggerakkan keterlibatan masyarakat secara luas untuk bersama-sama mewujudkan lingkungan bebas bising, kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Masyarakat Bebas-Bising percaya bila ada kemauan dan kerja akan ditemukan solusi, sebab ada cukup pengetahuan dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan.

Jakarta, 23 Januari 2010

Ahmad Syafii Maarif – Akademi Jakarta
Nh. Dini – Akademi Jakarta
Slamet Abdul Sjukur – Akademi Jakarta
Marco Kusumawijaya – Dewan Kesenian Jakarta
Luthfi Assyaukanie – Freedom Institute
Bulantrisna Djelantik – SE Asia Society for Sound Hearing
Damayanti Soetjipto – Komnas PGPKT
Abduh Aziz – Dewan Kesenian Jakarta
Ronny Suwento – THT Komunitas FKUI-RSCM
Soegijanto – Teknik Fisika ITB
Soe Tjen Marching – Majalah Bhinneka
Upik Rukmini – praktisi
Bayu Wardhana – Penggiat Peta Hijau Jakarta
Sigit – SERRUM
Arief Adityawan/Genep Sukendro – Grafisosial
Atieq SS Listyowati – AppreRoom
Rizal Abdulhadi – Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat
Dyah Okty Moerpratiwi/Agnes Elita Anne/David Imanuel Sihombing – Garuda Youth Community

http://grafisosial.wordpress.com/

Alamat kontak: Ati-Nefa. Dewan Kesenian Jakarta. Komplek Taman Ismail Marzuki Jakarta. Jl. Cikini Raya No. 73. Telp: 021 – 3162780. Fax: 021 – 31924616. Email: bebas-bising@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar