Kamis, 08 Maret 2012

PANOTO MULI , MOMPAKA NOTO RARA

HARMONI PANOTO MULI, SEBUAH REAKSI KESEIMBANGAN !!! kurang lebih sepuluh detik cahaya-cahaya yang bersilangan pada latar panggung itu kemudian membentuk struktur TAIGANJA. Taiganja merupakan material budaya suku kaili,memiliki wujud cukup unik dengan fungsi sebagai perhiasan (terutama menjadi buah pada anting dan kalung)yang secara semiotika merupakan perlambangan sebuah strata sosial suku kaili sejak zaman Tomalanggai sampai pada masa raja-raja. dalam sebuah mitologi kaili yang bertajuk "TOMANURU",dikisahkan seorang perempuan yang ne bete (muncul dari dalam / kata ini dikhususkan pada benda) sebuah batang bambu emas (bolo vatu mbulava). konon wanita ini diturunkan dari langit sebagai sosok yang akan menjadi pasangan tomalanggai (gelar bagi seorang penakluk pada zamannya) sekaligus mengajarkan orang-orang yang hidup dengan hukum rimba pada masa itu tentang,nilai-nilai,aturan-aturan,harkat dan seterusnya kepada mereka. pada proses nebete tersebut, tomanuru mengenakan aksesori emas yang mencolok. Perhiasan ini dikenal dengan taiganja yang dari beberapa cerita mengatakan bahwa substansi kebendaannya tersebut merupakan anatomi (maaf) dari vagina yang menyiratkan "vamba /vobo katuvua" (pintu kehidupan). Tomanuru dan Taiganja pada pertunjukkan Panoto Muli sutradara M.Noerdiansayah S,Sn ini telah menjadi simbol yang sengaja dipecah-pecah untuk menemukan tafsir kekinian dalam ekseperimen teater nya Toto (sapaan akrab pak sutradara) kali ini. Banyak temuan memang, proses eksplorasi toto kemudian menggiring dia berjumpa dengan bentuk-bentuk tubuh maupun deretan kata-kata yang dimodifikasi berdasarkan analisisnya terhadap mitologi tomanuru. Untuk detail konsep penyutradaan dapat dilihat di http://lenterapalu.blogspot.com/2012/02/konsep-pertunjukkan-panoto-muli.html?showComment=1330316855828#c2532691827889510231 apresiasi saya terhadap Panoto Muli nya toto dalam tulisan ini tidak berdasar pada konsep penyutradaan, tapi lebih kepada pengalaman empirik saat menyaksikan proses latihan serta hubungannya dengan kepustakaan pribadi saya mengenai tomanuru. Umumnya,ketika membicarakan tomanuru maka "harkat wanita" akan di gadang-gadang menjadi muara eksplorasi. Nah, yang menarik dari proses elaborasi yang dilakukan toto, bahwa tomanuru pada akhirnya tak lagi diterjemahkan sebagai fisik tomanuru itu sendiri maupun gender nya tapi justru dikembalikan pada esensi kehadiran tomanuru sebagai ilham. Tidak mudah berada pada level ini,membutuhkan kajian ekstra hati-hati,dan yang saya simak bahwa toto cukup disiplin menjaga pondasi saat menciptakan kerangka setiap adegan. sudah sewajarnya bahwa sebuah mitologi dibebaskan dari kesan primodial,sastra lisan adalah sebuah kebudayaan yang seharusnya berimbang dengan tradisi tulis.kedua-duanya hendaknya sinergi sebagai kahsanah budaya. Bagi Saya,tomanuru dalam panoto muli menyimbolkan hal itu, bagaimana ilham hadir dalam bentuk lisan untuk kemudian melahirkan-tulisan-tulisan yang disimbolkan lewat tekhnologi,gedung-gedung dan seterusnya. Sesungguhnya toto mengalami itu secara langsung. Pada konsep penyutradaraannya dituliskan bagaimana segala jenis referensi dirangkai menjadi gagasan untuk mencoba kemungkinan menggunakan "bahasa baru" sebagai salah satu media penyampai dalam pertunjukannya. setelah membulatkan gagasan,toto pun menuliskan detilnya!!! KEPURBAAN DAN ANGAN-ANGAN.... Arkaisme atau sebutlah kepurba'an, menjadi dominan dalam citra adegan yang hendak dibangun toto. Hal ini cenderung menghadirkan multitafsir. saya pernah berdiskusi cukup serius dengan Nashir Umar (komposer di Komunitas Seni Tadulako)soal beberapa adegan Purba dalam panoto muli memiliki rasa "darwinism" yang cukup kental. Barangkali subjektif, tapi patut diperhitungkan agar keterjebakan terhadap evolusi manusia berdasarkan teori darwin bisa diminimalis, sebab apapun itu eksistensi tomanuru sebagai ilham menjadi taruhannya. secara tekhnis,Gesture yang dihadirkan memang cenderung mengarahkan kita pada teori darwin namun pada satu sisi cukup beralasan sebab pendekatan yang dilakukan toto pada adegan-adegan ini adalah periodisasi. Menyoal angan-angan,konsep pertunjukkan yang berakar pada lokalitas ini menjadi tajam ditangan seorang toto. Menarik. namun lebih dari pada sekedar analisis konsep maupun tekhnis garapan,idealnya sebuah pertunjukkan yang baik mampu meninggalkan sesuatu bagi publiknya. Pesan lah yang penting...selebihnya kita kategorikan saja sebagai strategi dalam menyampaikan memo pertunjukkan. dalam Panoto Muli, kehadiran oarang-orang modern (dapat diidentifikasi dari gerak dan kostum)pada adegan akhir yang mengenakan handprop parang,sumpit,tombak ternyata masih memiliki kebiasa'an-kebiasa'an primitif zaman purba. Mereka masih senang perang,berkelahi seperti binatang serta hal-hal lainnya yang menyimbolkan "kebinatangan". Perenungan terhadap zaman dan realita sekitar kita.Inilah yang menjadi bidikan utamanya, pada bagian-bagian ini diperlukan tekhnik penyampaian yang sekiranya mampu ditafsir oleh penonton. atau mungkin strategi untuk meng khusyukkan penonton. atau apalah namanya agar setiap kita bisa membawa "oleh-oleh" dari pertunjukkan ini. Terlebih pada penonton muda. Sebab jika merujuk pada pesan bagian ending (yang sesungguhnya mengkritisi maraknya kegiatan konflik di wilayah kota Palu akhir-akhir ini) bahwa para pelaku konflik kebanyakan adalah kaum muda yang seharusnya mampu berfikir lebih jauh sebelum meng "copy - paste" pola purba. Begitu mulia makna pesan ini, sangat disayangkan jika hanya menjadi angan-angan yang terbang dibawa angin sebelum mampu dipetik penontonnya. BRAVO TEATER !! BRAVO LENTERA !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar