Rabu, 15 Februari 2012

VALENTINE DAY ANTE BALIA (Sebuah Wujud Yang Jauh Dari Wujud)

Sebuah spanduk yang sudah beberapa hari terbentang di halaman Taman Budaya sul teng berisi informasi bahwa tanggal 14 februari nanti akan ada sebuah parade pertunjukkan kesenian (tari,teater dan musik) oleh salah satu kelompok kesenian kampus universitas tadulako sul teng. Kelompok ini bernama Sanggar Seni Balia,(sebuah sanggar di fakultas hokum UNTAD). Dari infonya, teman teman balia akan menggelar acara tahunan mereka yang bertajuk GASS (gelar aksi serba seni),dan tema mereka tahun ini “valentine day ante balia” (hari valentine bersama Balia). Acara tahunan tersebut kali ini di sponsori oleh sebuah produk rokok yang cukup populer serta memiliki konsumen yang terbilang banyak di kota palu dan sekitarnya. Konon tema yang diangkat teman teman balia tahun ini adalah sumbangsih perusaha’an rokok tersebut. Satu sisi,saya pribadi merasa lega jika tema itu benar merupakan ide yang lahir dari sebuah perusahaan bukan dari kawan kawan penggiat seni di Balia, sebab akan menjadi sebuah langkah mundur bagi balia sendiri apabila tema ini ternyata gagasan para pelaku seni yang harusnya mampu menafsir jauh lebih dalam terhadap persolan merespon momen seperti valentine ini misalnya. namun apapun itu, hendaknya Balia mampu memberikan penawaran-penawaran yang lebih kuat terhadap pihak sponsor yang notabene melihat kesenian sebagai sesuatu yang “sekedar ramai tepuk-tangan”,”joget-joget”,bahkan “hedonisme”. Pendeknya, balia harus punya konsep jelas terhadap penataan acara dan pengkaryaan. Saya sangat yakin,hal itu tidak akan menimbulkan radikalisme kesenian atau serta merta merubah cara pandang melihat seni sebagai seni, toh masih banyak ruang-ruang yang bisa jadi luwes guna mengapresiasi keinginan sponsor dan rasa entertain dalam acara tersebut jika memang hal itu dijadikan beban oleh teman teman balia. Paling tidak, janganlah kita terkesan malas memikirkan capaian kesenian itu sendiri apalagi mencederainya dengan gagasan-gagasan dangkal yang jauh dari mutu. Sudah seharusnya GASS tahun ini menjadi catatan bagi Balia ketika menggagasnya kembali tahun depan. Evaluasi kemudian menjadi hal yang tidak boleh tidak dilakukan guna kesiapan penyajian di kemudian hari. Saya melihat perlu ada kesiapan secara konsep dulu pada tingkatan panitia sebelum melemparkan bentuk kegiatannya ke pihak pendukung nantinya. Apakah memang GASS hanya berakhir pada parade kesenian saja,atau ingin mencapai sebuah gagasan utuh dalam menyikapi keadaan sekitar lewat prespektif kesenian yang total dan berkualitas.Diskusi diskusi sebelum event perlu banyak di genjot oleh kawan kawan dengan menghadirkan orang-orang yang berkompoten guna memberikan beragam pandangan terhadap idealnya sebuah pertunjukkan meskipun awalnya akan terkesan subjektif sampai dia menemukan landasan (ruang) yang paling tepat untuk menetaskan gagasan awal garapan tersebut.toh kebenaran bersifat sangat relatif ketika berada di atas panggung,namun tak ada alasan untuk mengabaikan strategi strategi menuju kesenian yang meiliki ruh dan "wujud" jelas. Begitupun pada ragam tampilannya,secara tekhnis pada tampilan-tampilan semalam terlihat teman-teman tidak boleh menyepelekan ide penggarapan maupun kemasannya. Membangun kesadaran serta tanggung jawab sebagai pelaku dalam mengolah karya-karyanya. Hal inilah yang penting untuk dihayati lebih khusyuk oleh teman teman pekerja seni kampus di kota Palu umumnya. Menjadikan proses berkesenian teman-teman kampus di luar daerah sebagai “referensi juang” di tanah kita juga barangkali menjadi salah satu alternetif dalam rangka membangun kesenian kampus yang patut dicoba. Lihatlah ketika bagaimana sanggar – sanggar kampus (misalnya sebagai contoh yang ada di wilayah jawa tengah dan timur) mampu memposisikan dirinya sebagai sebuah komunitas seni yang tidak boleh dilihat sebelah mata,bahkan mereka mampu menelorkan seniman-seniman yang tidak sekedar aktif dan produktif tapi juga kreatif dalam menterjemahkan gagasan kedalam setiap pertunjukkannya. Padahal seniman-seniman kampus kita (termasuk balia tentunya) hampir setiap tahunnya menghadiri event-event kesenian antar kampus se Indonesia, keadaan ini seharusnya mengurangi satu lagi alasan untuk tidak menjaga eksistensi dan konsistensi dalam melahirkan karya-karya yang baik guna mewarnai geliat kesenian kota palu dan sekitarya. Lebih dari pada itu jika kita melihat usia sanggar-sanggar kampus kita yang sudah tidak lagi tergolong anyar,semestinya kampus telah mampu menjadi sebuah ruang apresiasi alternatif atau bahkan kantong-kantong kesenian yang menawarkan pemikiran-pemikiran tajam terhadap keadaan sekitar dengan menjadikan lingkungannya tersebut sebagai materi bagi metode eksplorasi pra penciptaan. Perlu kita garis bawahi dan hendaknya selalu direnungkan bahwa kelompok-kelompok kesenian kampus adalah kelompok yang memiliki potensi besar untuk berkembang sebab lahir dan diolah oleh para mahasiswa cerdas,berpendidikan,kritis serta peka dalam melihat serta menafsir berbagai macam persoalan termasuk kesenian yang sarat dengan muatan – muatan etis,estetis guna pembentukkan karakter. DI ATAS PANGGUNG GASS......... Malam itu GASS di buka oleh sebuah pertunjukkan drama “sepasang mata indah” karya kirdjomuljo. Pada pertunjukkan yang digarap oleh dian (mahasiswi fak hukum untad yang juga tergabung dalam balia) ini masih perlu mengalami pembenahan keaktoran. Pertunjukkan sepasang mata indah dari S.S balia ini didominasi oleh tokoh “cowok” yang diperankan oleh rolis abie, sangat terasa lawan mainnya masih bingung dalam menginterpretasi karakternya sendiri.tokoh “cewek” dan”ayah” terlihat kewalahan dalam mengimbangi sang “cowok”,bahkan kehadiran 4 orang pengamen (3 orang sebagi waria dan seorang lagi wanita culun) yang menggegerkan suasana itu sesungguhnya memiliki nilai keaktoran (terutama mimik dan vokal) yang begitu lemah,suasana geger itu muncul tidak lebih karena sorak sorai penonton yang menertawakan teman sekampusnya menggunakan kostum wanita serta make up yang menor. Kesimpulannya,garapan sepasang mata indah semalam,terlalu buru-buru untuk ditampilkan. Belum lagi ilustrasi musiknya yang sangat “tanggung” dan hampir kehilangan fungsinya untuk memperkuat bagian-bagian tertentu. Dan konon musik ini di garap sehari sebelum pertunjukkan. Sudah sedemikian parahnya kah cara kita melihat sebuah peristiwa kesenian untuk disajikan bagi publiknya? Setelah Sepasang mata indah,penonton diajak menikmati tari yang di koreo oleh Arafat, judul tari ini “ekspresi gerak”, entah ekspresi gerak apa yang dibidik oleh koreografer,hal inipun tidak dibahas gamblang dalam sinopsis. “Meraba-raba” dan “ngambang”,inilah kesan yang dominan hadir pada pertunjukkan tari ini.sangat sulit ditemukan substansi dari gerak maupun pola-pola lantai yang dihadirkan, sangat wajar juga jika Juli (penata musik tari tersebut) memilih ber “eksperimen” saja dengan bunyi-bunyian tanpa ada pendekatan tema bunyi yang jelas. Pada beberapa bagian garapan musiknya pun cukup beresiko terhadap “sound balancing” ketika bunyi string dari keyboard digunakan. Setelah tari, GASS pun sampai di puncak acara (begitu menurut MC) yaitu kakula gaul. 2 hal yang menjadi masukkan untuk acara puncak ini 1. Penataan sound yang harusnya diberikan perhatian lebih serius. 2. Intimidasi accord guitar terhadap instrumen kakula sangat terasa. selebihnya saya memilih no comment untuk bagian ini,sebab saya bingung untuk membahas mengapa “jogja” nya kla project serta sebuah lagu dari Alm Chrisye (maaf saya lupa judulnya) didaulat sebagai klimaks.

1 komentar: