TERKAPAR
Oleh: W. Hermana HMT
PANGGUNG DIBUAT SEPERTI RUANG SEKAP RUMAH SAKIT JIWA. DITENGAHNYA ADA LEVEL BERWARNA HITAM BERUKURAN EMPAT METER PERSEGI. LAMPU PERLAHAN-LAHAN MENYALA. TIBA-TIBA SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA SEKITAR 60 TAHUN, BERKEPALA BOTAK, BERKACAMATA TEBAL MUNCUL DARI SALAH SATU SUDUT RUANGAN. BISA PULA DARI PENONTON, BERLARI MENGITARI LEVEL SEMBARI MEMBAWA KURSI LIPAT. SEJENAK LAMPU PADAM DAN MENYALA KEMBALI MEMBENTUK LINGKARAN (ZOOM SPOT) DI SUDUT KIRI DEPAN PANGGUNG. LALU LAKI-LAKI ITU MASUK KEDALAM LINGKARAN LAMPU, NGOMONG TAPI TIDAK JELAS APA YANG DIOMONGKANNYA. DI SUDUT KANAN, LAMPU MENYALA SAMA SEPERTI DI SUDUT KIRI PANGGUNG DAN LAKI-LAKI ITU BERLARI MASUK KEDALAM LINGKARAN LAMPU SEBELAH KANAN, NGOMONG TIDAK KERUAN SEPERTI TADI. SEJENAK LAKI-LAKI ITU BERDIAM DIRI. PANDANGAN LURUS KEDEPAN. KEMUDIAN SECEPAT KILAT IA TUTUP WAJAHNYA DENGAN KURSI LIPAT YANG DIBAWANYA, TETAPI SEBAGIAN WAJAHNYA KELIHATAN. PERLAHAN-LAHAN IA MUNDUR KE TENGAH PANGGUNG. IA NAIK KE ATAS LEVEL DAN MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN SEPERTI SESEORANG SEDANG MELIHAT SESUATU DARI BALIK KURSI YANG MASIH DILIPAT. DIAM SEJENAK, KURSI LIPAT ITU SEGERA IA BUKA DAN DISIMPAN DI LANTAI BERHADAPAN DENGAN DIRINYA. LAKI-LAKI ITU DUDUK DI KURSI.
Kalian pasti tidak tahu apa yang saya lakukan? Tentu, jangankan kalian. Aku sendiri yang melakukannya tidak paham. Bingung, bukan? Sama aku juga bingung. Ya, memang begitulah kondisi sekarang ini. Kita selalu berhadapan dengan persoalan yang membingungkan, bahkan tidak mengerti sama sekali. Begini salah, begitu salah. Kesini kejedat, kesitu kejedot. Padahal kita harus memilih dan memastikan pilihan kita sendiri. Apa mau merah, kuning, hijau, biru, hitam atau yang lainnya. Namun semua itu tampak absurd. Jadi...tidak tahu mana yang mesti dipilih. Maka ujung-ujungnya banyak orang yang asal pilih atau mungkin salah pilih. (DIAM SEJENAK). Yang jelas kebingungan itu jangan sampai dibiarkan begitu saja. Kalian sebagai penerus bangsa yang sangat berpotensi haruslah berusaha mengerahkan intelejensi kalian untuk mencari obat penawar kebingungan tersebut. Jangan seperti aku. Karena kebingungan itu terus dipelihara akhirnya aku tak bisa hidup di dunia nyata. Aku selalu mengembara dari alam mimpi ke alam mimpi. Semalam misalnya. (LAKI-LAKI ITU BERDIRI DAN MENGHADAPKAN KURSI KE DEPAN). Semalam aku bermimpi aneh. Aneh sekali. Dalam mimpi itu aku berdiri di tengah-tengah lapangan yang sangat luas. Langit mendekat. Matahri seolah olah berada diatas kepala. Sementara nan jauh disana rohku dengan nyinyir menyaksikan tubuh sendiri gosong terbakar oleh sengatannya. Lalu dari berbagai arah wanita-wanita cantik tanpa berbusana sehelaipun bermunculan dan berkeliling memutariku. Mereka menari. Tariannya sangat erotis. Mereka basahi tubuhku dengan minuman sejenis anggur dari gelas-gelas cantik yang dibawanya. Tiba-tiba entah datang darimana, kantong-kantong kresek beterbangan dan dari dalamnya ratusan bahkan mungkin ribuan bayi berloncatan. Dengan geraman yang sangat mengerikan bayi-bayi tersebut memburunya. Kuku-kukunya tajam serentak mencabik-cabik perut wanita itu. (LAKI-LAKI ITU SEGERA NAIK KE ATAS KURSI) hei! Jangan berlaku seperti itu. Kalian harus tahu terima kasih. Merekalah yang telah melahirkan kalian. Wanita-wanita itu sebenarnya manusia sejati. Merekalah yang memiliki segalanya ini. Dari dalam diri merekalah surga dan neraka itu berada. Cepat bersujud. Ciumi telapak kakinya apabila kalian ingin selamat. Tapi bayi-bayi itu tidak peduli, bahkan mereka semakin geram. Setelah semua mulut dan perut wanita itu habis dihancurkan, vagina-vaginanya mereka tusuk-tusuk dengan alu dari besi panas 100 derajat celcius. (LAKI-LAKI ITU LONCAT DARI KURSI) Hei! Bagaimana kalian ini. Apa yang dulu dilakukan terhadap kalian, itu bukan kemauannya. Maafkanlah. Kehidupan yang menyeret mereka harus berbuat begitu. Mereka sebenarnya ingin kalian selamat dari tuduhan anak haram, anak pembawa aib. Kalaulah yang dilakukannya membuat kalian menderita dan kalian balas dendam seperti yang dilakukan sekarang ini, kalian mesti tahu. Itu bukan kemauan mereka sendiri, tapi kehidupan ini dan bajingan-bajingan lelaki itupun harus bertanggung jawab. (HENING SEJENAK. WAJAH LELAKI ITU BERUBAH MENJADI SAYU, TAK BERSEMANGAT. KEMUDIAN DIA DUDUK DI BIBIR LEVEL). Esok harinya mimpi-mimpi itu telah menjadi hantu, yang tidak henti-henti membayang di setiap kelopak mata, dan aku selalu bertanya. Siapa aku? Darimana aku? Serta untuk apa aku berada disini? (LAKI-LAKI ITU NEMBANG) aku mencari diriku sendiri ngalor-ngidul tak ketemu-temu. Kalian tahu kenapa aku berada disini? Ceritanya panjang. Ya, panjang sekali. Tapi demi kalian akan kuceritakan semuanya (DIAM SEJENAK) dulu aku pernah mendekam di Lembaga Permasyarakatan, karena disinyalir kami melakukan pembakaran sebuah pemukiman rumah kumuh. Sialnya waktu itu aku tidak bisa mengelak sedikitpun terhadap apa yang dituduhkan, karena aku tidak punya pengacara yang handal. Jangankan pengacara yang ongkosnya mahal, pengacara yang sudah disediakan tidak ada apa-apanya. Semua hanya rekayasa, bahkan tidak satu saksipun mau membelaku. Semua kesalahan dituduhkan kepadaku. Akhirnya aku dipenjara. Untung aku sudah terbiasa tidur beralaskan koran, atau hanya mengenakan kain sarung saja. Aku sudah bersahabat dengan angin malam dan cuaca buruk. Sudah terbiasa makan dibawah ala kadarnya. Justru disana ada suatu hal yang membuatku beruntung. Kalian ingin tahu? (DIAM SEJENAK) aku tak perlu susah payah mencari biaya untuk hidup, karena setiap pagi dan petang petugas penjara sudah menyiapkan makanan. Aku tinggal makan saja walau masakannya tidak enak dan kurang mengandung gizi. Ada satu lagi keberuntunganku. Disana aku menjadi pintar. Aku mendapat bimbingan dari para bandit kelas kakap dan tahanan politik. Pelajaran dari mereka aku padukan menjadi satu, sehingga menjadi kekuatan maha dahsyat. Teknik merampok, teknik memupuk kerusuhan, dan teknik menggulingkan pimpinan-pimpinan besar. (TATAPAN MATA LAKI-LAKI ITU MAKIN GANAS) setelah aku bebas dari lembaga dari Lembaga Permasyarakatan itu, diluar sana aku melihat kemelaratan yang menimpa keturunan kawan-kawanku semakin meningkat. Aku teringat pada mendiang istri dan perjalananku. Rasa sakit hatiku terhadap sikap kesewenangan semakin memuncak. Maka tanpa berfikir panjang lagi aku gunakan strategi gabungan para bandit dan politisi itu. Rampok sekaligus membakar rumah orang-orang kaya yang sombong dan kikir, menyebarkan isu, menggulingkan pemimpin-pemimpin pongah menjadi pekerjaan tetapku. Itu aku lakukan dengan rapih, tanpa diketahui siapa dalangnya. Karena aku selalu bersembunyi di balik topeng kejujuran, pembela keadilan, dan terpenting aku selalu bersembunyi di pantat-pantat pembesar. (DIAM SEJENAK) hasil dari semua itu membuatku kaya raya, popular, serta menempati posisi terpenting di negeri ini. Ada satu hasil kerjaku terbilang sukses. Kalian pasti masih ingat awal peristiwa besar yang memporak-porandakan negeri ini. Nah, disitulah aku... tidak. Sepertinya untuk masalah yang satu ini aku harus tutup mulut. Lain kali saja. Yang jelas kalian mesti ingat. Aku adalah hasil persenggamaan dua makhluk. Aku ujud yang masih memiliki hidup, dan sekarang aku menunggu kematian. (LAKI-LAKI ITU BERDIRI KE BELAKANG MENGAMBIL MEGAPHONE ANTIK KE ATAS KURSI DAN BERGAYA SEPERTI JURU KAMPANYE) sekarang aku berada diatas angin. (BERPIDATO) saudara-saudara sebangsa setanah air, perkenankan saya berdiri dan berbicara dihadapan saudara. (DIAM SEJENAK) saudara-saudara kita harus mawas diri. Dalam tubuh kita iblis-iblis banyak bersemayam, yang suatu saat akan menjerumuskan kita pada hal-hal yang berbau kemaksiatan. Maka sebagai penghuni bangsa yang katanya memiliki keluhuran budi pekerti lebih tinggi dari bangsa lain, kita-kita yang merasa dirasuki iblis-iblis itu cepatlah kembali pada jalan yang diridhoi Tuhan. Mari bangun negeri ini dengan semangat kerja yang tinggi dan penuh kesabaran, ketawakalan, tanpa kekerasan dan penindasan. Siapa lagi kalau bukan diri kita. Kita harus membebaskan diri sendiri dari ketergantungan pada pihak lain dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Saya atas nama, demi stabilitas dan kelancaran negeri subur makmur, aman tentram yang kita harap-harap. Tolonglah tekan emosi murni kalian, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya tidak sejalan dengan kami. Kami tahu, yang paling pokok kalian butuhkan hanyalah ini: (MELEMPARKAN UANG RECEHAN/LOGAM) ambillah semua. Semoga kalian bisa tidur nyenyak. Ambillah sekenyang-kenyangnya agar kalian tidak berkicau lagi.
(TERTAWA TERBAHAK-BAHAK. LAKI-LAKI ITU TERMANGU SEJENAK. RAUT WAJAH MENJADI SAYU PENUH NADA KEPRIHATINAN) setiap aspek kehidupan ada di telunjukku. Tapi kala aku sedang dikerumuni bidadari-bidadari pilihan, wajah mendiang istriku selalu membayang di tiap sudut ruangan. Ia menangis tersedu-sedu. Apalagi kala aku sendiri atau menjelang mau tidur. Bukan saja wajahnya yang membayang, tapi kata-kata luhur itu pn ia bisikkan lagi. (LAKI-LAKI ITU BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN) Bang lebih baik kita pilih saja hidup sederhana. Agar hidup kita tentram. (LAKI-LAKI ITU MENJADI DIRINYA LAGI). Ya, Amoy. Popularitas, kedudukan dan kekayaan menambah abang semakin bingung. Abang tidak tahu siapa diri abang sendiri. (TERDENGAR ALUNAN MUSIK CUKUP MEMILUKAN. LAKI-LAKI ITU MELANTUNKAN TEMBANG) aku mencari diriku sendiri tak ketemu-temu. (TIBA-TIBA LAKI-LAKI ITU BERLARI KE SUDUT RUANGAN, KETIKA BERADA DI SUDUT DEPAN SEJENAK IA TERMANGU DAN PANDANGANNYA TERTUJU KE SUDUT ATAS). Oh, waktu. Betapa cepat kau menggelinding. (MUNDUR MAJU KE TENGAH) kini telah senja lagi. Kalau senja tiba, dibalik terali jendela aku selalu termangu menekan kehampaan yang menyeruak dari setiap sel di sekujur tubuh, melesat melalui kedalaman jiwa. Lalu berbaur dengan kegalauan yang terus mengitari batok kepala. Ingin rasanya aku merobohkan serambi-serambi yang telah dibangun dengan kokoh itu. Tapi dalam kesendirian ini kedua tanganku sulit sekali untuk digerakkan. Aku hanya bisa menangis menembus langit, berteriak pada bulan. Tuhan hanya milik sang penguasa. Tuhan kita sekarang adalah wujud kita, pikiran kita, perasaan kita. Kitalah yang memiliki kasih sayang. Kasih dan sayang akan bersemayam di setiap wujud yang hidup, yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, persahabatan, dan persaudaraan. (TERDENGAR SUARA TERIAKAN DARI LUAR). Terkutuk kamu! (LAKI-LAKI ITU MENYUNGGINGKAN SENYUM SINIS) terkutuk. Aku terkutuk? (LAKI-LAKI ITU BERNYANYI RIANG) lalalalala, Ia aku terkutuk, lalalala, Ia aku terkutuk, cessss. Bi...bi.... biarin, dut. (KENTUT. LAKI-LAKI ITU MELONCAT DARI KURSI. DAN DUDUK DI BIBIR LEVEL. MENCARI SESUATU DI SAKU BAJU DAN CELANA. MERASA SUDAH DITEMUKAN IA ROGOH DENGAN TANGANNYA. TAMPAKLAH GERETAN DAN PUNTUNG ROKOK KRETEK. DISULUTNYA ROKOK ITU. SETELAH BEBERAPA KALI IA HISAP, ROKOK ITU IA BUANG SEMBARANGAN) sejak dalam kandungan sampai lahir aku sudah sarat dengan kutukan, aku anak yang dibuang. Orang-orang menyebutku anak sampah karena aku seolah-olah terlahir dari sana, dari atas tumpukan sampah. Maka pantaslah aku menjadi manusia terkutuk. Manusia yang tidak dikehendaki kelahirannya di dunia ini. Tapi garis nasibku berkehendak lain. Aku harus tetap hidup dan menjadi saksi sejarah diri sendiri dan kecongkakan makhluk-makhluk yang dianggap paling mulia (SEPERTI TERSADARKAN) sejarah? Apa itu sejarah? Puah! Tai kucing dengan sejarah. Sejarah telah diputarbalikkan faktanya. Sejarah telah banyak menelan korban yang tidak berdosa. Sejarah telah membentuk manusia angkuh, sombong, dan membuat mereka jadi penindas kelas wahid. Maka aku yakin kalian pasti tahu siapa sebenarnya aku. Akulah salah satu korban dari kebengisan sejarah bangsa ini, dan mungkin suatu saat kalian akan menjadi sasaran berikutnya. (TERDENGAR LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU SEJENAK MENIKMATINYA) itulah lantunan musik yang berasal dari salah satu provinsi di belahan negeri ini. Kata orang provinsi itu memiliki semboyan “subur, makmur, aman tentram”. Bunyinya seperti mimpi-mimpiku ketika aku hidup di surga. Moga-moga saja tidak berubah menjadi subur tapi habis segala-galanya. Aman tapi sering recok membicarakan kejelekan dan kelemahan bangsa dan kawan sendiri. Cekcok berebut kedudukan dan tanah milik rakyat kecil. (DIAM SEJENAK) oh, ya. Lantunan musik itu juga mengingatkan ke masa umurku sekitar 18 sampai 20an. Masa-masa paling indah, masa aku mulai serius mencari pasangan hidup. Kalau kalian hidup bersamaku di masa itu, pasti kalian iri atau menggelengkan kepala karena heran. Ya, kenapa tidak? Betapa cantiknya calon istriku saat itu. Kalian tahu? Pasti tidak! Edan! Tidak ada seorang perempuan pun di kampung dia dapat menandingi kemolekannya. Bahkan kalau dia mengikuti kontes ratu kecantikan, dengan pasti ia akan mengalahkan bintang-bintang iklan dunia.
(DIAM SEJENAK). Dia memang wanita yang sempurna. Selain cantik parasnya, dia juga rajin sembahyang dan pintar mengaji. Cinta kami bersemai cukup menghasilkan. Kami berdua tidak pernah berselisih paham. Si cantik itu sangat perhatian terhadap apa saja yang kuinginkan. Mungkin itulah tipe istri setia. Dia tidak pernah mengungkit-ungkit asal-usul dan pekerjaanku. Jika aku membicarakan masa laluku yang suram itu dia suka marah. Omongnya begini: (BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN) Bang, Amoy mencintai jiwa dan raga, bukan mencintai sejarah Abang. Amoy tidak peduli Abang darimana? Anak siapa? Terpenting, apakah Abang mencintai Amoy sepenuhnya? (KEMBALI MENJADI DIRINYA). Ketika aku menatap wajahnya, kadang-kadang gejolak hati ini tak bisa ditahan. Hingga tak terasa aku ngomong sendiri. Perempuan ini sebenarnya peri darimana? Demi aku ia rela meninggalkan kedua orang tuanya. Ia mau melupakan masa remaja bersama kawan-kawannya yang sarat dengan hura-hura dan limpahan materi. Bisakah aku membalas kebaikannya. Bisa langgengkah aku hidup bersamanya. (BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN). Abang jangan pandangi seperti itu, Amoy jadi takut. (KEMBALI MENJADI DIRINYA). Takut kenapa? Memangnya wajah Abang ini mirip monster? (BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN). Bukan. Tatapan Abang seperti tatapan perpisahan. Amoy takut Abang akan pergi jauh dan pacaran lagi dengan wanita lain. (KEMBALI MENJADI DIRINYA). Edan! Edan! Orang secantik dia takut kehilangan aku yang punya wajah pasaran seperti ini. Tidak, sayang. Kamulah satu-satunya wanita yang Abang cintai. Abang bersumpah. Demi langit dan bumi Abang akan tetap hidup bersamamu sampai ajal menjemput kita. (BERLAKU SEPERTI PEREMPUAN). Kalau begitu kapan Abang akan menikahi Amoy? Cepatlah Bang, agar Amoy tentram. Agar tidak canggung lagi terhadap Abang dan agar terhindar dari godaan setan dan fitnah. (DIAM SEJENAK). Kenapa diam? Abang jangan khawatir terhadap orang tua Amoy yang tidak menyetujui hubungan kita. Sekarang Amoy tidak peduli lagi pada mereka. Mereka terlampau egois. Mereka butuhkan dari laki-laki Amoy bukanlah cinta kasih, tapi harta benda yang berlimpah ruah. Ayolah Bang, mumpung Amoy masih punya simpanan uang dan emas, kita kan bisa kawin lari. Setelah itu Amoy akan lebih ikhlas lagi mau Abang bagaimanakan juga. Karena Amoy telah sah menjadi milik Abang (KEMBALI MENJADI DIRINYA). Yes! Yes! Oh betapa lega hatiku. Ternyata gadis itu benar-benar siap dan mau menyerahkan segalanya kepadaku. Akhirnya melalui wali hakim, di rumah kumuh yang bau dengan tumpukan sampah itu aku nikahi si cantik Amoy. (TERDENGAR SUARA BINATANG MALAM BERBAUR DENGAN LANTUNAN SERULING. LAKI-LAKI ITU MELIPAT KURSI DAN DIDEKAP OLEH KEDUA TANGAN DI PERUTNYA). Selamat malam. Selamat tidur. Semoga kita bermimpi sepuas-puasnya sebelum setiap mimpi dirapatkan di gedung DPR/MPR. Semoga kita bermimpi seindah mungkin sebelum setiap mimpi terjerat peraturan pemerintah dan pasal undang-undang KUHP. Tuhan yang dulu kita anggap Tuhan Esa, bersama masa depan yang kita harapkan juga berada disana. Di alam mimpi masing-masing. Sampai jumpa besok, perjalananku masih panjang. Sekarang aku harus pergi. Ya, pergi mencari tema diri yang telah lama mengembara. Kalau ketemu Siti Nurbaya, Marsinah, Udin, kawan-kawan kita yang hilang, bilang ada salam dari aku. Aku kangen, begitu. (LANTUNAN SERULING TIDAK TERDENGAR LAGI. LAKI-LAKI ITU NEMBANG. BERJALAN KE BELAKANG RUANGAN DAN MASIH TETAP MENDEKAP KURSI LIPAT—aku mencari diriku nagalor ngidul tak ketemu-temu—LAKI-LAKI ITU BERDIAM DI BELAKANG RUANGAN DAN MEMALINGKAN WAJAHNYA KEDEPAN). Tujuh hari sudah kunikahi si Amoy. Aku lihat bayi-bayi diatas tumpukan sampah berserakan. Aku lihat ibu-ibu berteriak menanyakan suami dan anak-anaknya yang raib entah kemana. Aku lihat diantara puing-puing perkantoran, pertokoan dan pemikiman itu tubuh manusia gosong terbakar. (LAKI-LAKI ITU MEMBALIKKAN BADAN DAN BERJALAN KE TENGAH RUANGAN). Disana kawan-kawanku menadahkan tangan. Sorot matanya sangat tajam. Mereka mendongakkan muka menatap birunya langit, memohon setetes harapan. Agar kediamannya tidak digusur, agar tidak dilalap api. (LAKI-LAKI ITU MENJATUHKAN KURSI KE LANTAI). Tapi lagi-lagi Tuhan memberi cobaan atau mungkin tidak mau tahu. Api itu telah menjadi raja dari segala raja. Seketika ia melaju memporak-porandakan segalanya. Rumah dan harapan mereka sekejap sirna. Dan... dan paling mengerikan istriku juga berada disana. Istriku? (IA BERLARI KESANA KEMARI SAMBIL MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA). Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Istriku tidak terbakar disana. Tidak! Tidak! Tidak! Tidaaaaaaak!. (MENANGIS. LAKI-LAKI ITU TERPURUK DI LANTAI. BANGKIT, MERATAP). Amoy belahan jiwa Abang sejati janganlah kau bergegas pergi, kita akan arungi bahtera cinta dengan kapal berjangkar kasih sayang. Amoy selimut hati kala sepi janganlah engkau undurkan diri, kita akan merenda janji setia bersama penuh suka cita tanpa duka tanpa merana karena kecewa (TIBA-TIBA IA BERDIRI. RAUT WAJAHNYA BERUBAH MENJADI GARANG). Brengsek! Bedebah! Siapa sebenarnya yang terkutuk itu?!! Siapa yang gila itu? Siapa? Aku?... apa, istriku? Mereka menuduh aku dan istriku. Kamilah pembawa sial itu. Tidak! Istriku tidak mungkin bertindak sebodoh itu. Dia jarang sekali menyalakan api kecuali malam hari, itupun cempornya, tidak lama, dimatikan kembali kalau kami mau tidur. Kalau kebakaran itu disebabkan dari ledakan kompor, mustahil. Selama tujuh hari di rumah itu kami tidak pernah memasak, karena kami belum punya perabotan rumah tangga. Kami makan dan minum selalu dari warung atau pemberian tetanggan jika istriku selesai mengajar mengaji. (DIAM SEJENAK). Semua penduduk pemukiman rumah kumuh itu tahu dia adalah guru ngaji anak-anak mereka. Pembimbing yang selalu menunjukkan mana yang baik, mana yang buruk. Tapi mereka tidak bisa memberikan kesaksian. Entah apa yang terjadi pada mulut mereka. Semua mendadak bisu. Apa karena istriku anak keturunan? Tidak! Aku yakin hati mereka mengatakan bukan istriku yang melakukannya. Itu kurasakan ketika aku bertanya kepada mereka. Walau mulutnya tidak bisa bicara, tapi dari masing-masing kelopak matanya aku lihat linangan air mata membasahi wajah-wajah polos itu. Ternyata mulut mereka sudah terbelenggu oleh kekuasaan mayoritas yang mengatasnamakan keamanan dan ketertiban. (LAKI-LAKI ITU BERLARI KESANA KEMARI MENYEBUT-NYEBUT ISTRINYA. KELUAR SEJENAK MENGAMBIL KAIN BATIK PEREMPUAN. MASUK KEMBALI DAN MENUTUPI KURSI LIPAT DENGAN KAIN SEPERTI MENUTUPI SESOSOK MAYAT. MERATAP). Istriku mati. Maafkan Abang, Amoy. Ternyata Abang tidak bisa menjagamu. Tidurlah dengan tenang. Semoga kita bisa melanjutkan kisah kasih kita di alam sana. (BERTERIAK SAMBIL MENANGIS). Tidak! Kamu tidak boleh mati. Kita akan arungi bahtera hidup ini sama-sama. Lihatlah masih panjang jalan yang harus kita tempuh. Kita akan punya banyak anak. Kita pelihara dengan baik, kita sekolahkan. Kalau bisa jangan tanggung-tanggung, kita kirimkan mereka ke Harvard University agar nanti menjadi pengusaha atau pemimpin dunia. Kamu kan ingin salah satu anak kita menjadi ulama. Kita sekolahkan anak yang paling gede ke Kairo, agar nanti menjadi ulama besar dan sekaligus dapat membimbing adik-adiknya jangan sampai terjerumus pada hal-hal yang berbau kemaksiatan, terutama merugikan rakyat dan negaranya. Jika semua telah berhasil kita dirikan sebuah kerjaan kecil dengan istana negara atau gedung putih. Jangan! Kita jangan berlebihan. Abang ingin anak kita cukup dua saja. Anak dan hartanya titipan Tuhan. Untuk apa anak banyak, harta melimpah, tapi jiwa kita tidak tentram. Apalagi salah memeliharanya, kelak bisa menjadi api neraka. Abang lebih suka yang serba sederhana. Makanya Abang mau memilih hidup bersamamu. Karena kamu pasti sanggup hidup seperti itu. Kamu lain dari yang lain. (DIAM SEJENAK). Sekarang kamu telah tiada. Kamu telah pergi selama-lamanya. (DIAM SEJENAK). Amoy, Abang tahu hidup pada dasarnya menunggu kematian. Tapi kematian yang bagaimana yang kita harapkan? (LAKI-LAKI ITU MARAH). Tidak! Pokoknya aku harus bertanggung jawab atas peristiwa itu. Demi kamu yang telah menjadi abu, aku bersumpah. Sebelum orang-orang yang membakarmu menjadi abu pula aku tidak akan pernah hidup tentram. Hei! Jahanam-jahanam yang bersembunyi dibalik kebesaran. Awas, tunggu pembalasanku. (LAKI-LAKI ITU TIBA-TIBA KEJANG-KEJANG, MULUTNYA MENGANGA, MATANYA MELOTOT DAN JATUH TERKULAI. TERDENGAR LANTUNAN SERULING MEMILUKAN. LALU LAMPU-LAMPU PADAM).
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar