Minggu, 20 Desember 2009

ANALISA DRAMATURGI

ANALISA DRAMATURGI

Dramaturgis masuk dalam Perspektif Obyektif

Dramaturgis dianggap masuk ke dalam perspektif obyektif karena teori ini cenderung melihat manusia sebagai makhluk pasif (berserah). Meskipun, pada awal ingin memasuki peran tertentu manusia memiliki kemampuan untuk menjadi subyektif (kemampuan untuk memilih) namun pada saat menjalankan peran tersebut manusia berlaku objektif, berlaku natural, mengikuti alur. Misalnya, pada kasus Kekerasan pada Rumah Tangga (“KDRT”), saat perilaku kekerasan itu hendak terjadi, korban sebenarnya memiliki pilihan, berserah diri atau melakukan perlawanan. Bila ia memberontak maka konsekuensinya adalah ini dan bila ia pasrah maka akibatnya seperti itu. Proses subyektif ini akan beralih menjadi obyektif saat ia menjalani peran yang dipilihnya tersebut. Misalnya yang ia ambil adalah pasrah karena ia takut kalau ia melarikan diri konsekuensinya lebih parah, atau ia merasa terlalu tergantung kepada tersangka dan mengkhawatirkan nasih anaknya bila ia melawan. Maka, setelah itu ia akan menjalani perannya sebagai korban. Secara naluriah ia akan menutupi bagian tubuhnya yang mungkin menjadi sasaran kekerasan. Atau ia berusaha untuk menutupi telinganya untuk melindungi mental dan psikologisnya. Itulah mengapa dramaturgi di sebut memiliki muatan objektif. Karena pelakunya, menjalankan perannya secara natural, alamiah mengetahui langkah-langkah yang harus dijalani.

Pendekatan Keilmuan Little John – Pendekatan Scientific (ilmiah – empiris)

Seperti telah dijabarkan diatas, Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Ini merupakan asas dasar dari penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan scientific[5]. Obyektifitas yang digunakan disini adalah karena institusi tempat dramaturgi berperan adalah memang institusi yang terukur dan membutuhkan peran-peran yang sesuai dengan semangat institusi tersebut. Institusi ini kemudian yang diklaim sebagai institusi total sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya. Bahwa hasil dari peranan itu sesungguhnya, bila proses (rumusnya) dijalankan sesuai dengan standar observasi dan konsistensi maka bentuk akhirnya adalah sama. Contohnya, bila seorang pengajar mempraktekkan cara mengajar sesuai dengan template perguruan tinggi maka kualitas keluaran perguruan tinggi tersebut akan menghasilkan kualitas yang bisa dikatakan relatif sama. Atau untuk contoh front liner hotel diatas, bila front liner dapat memainkan skenario penyambutan tamu manajemen hotel, niscaya tamu akan merasa dihargai, dihormati, senang dan bersedia untuk datang menginap kembali di hotel tersebut.
[1] Frase ini berasal dari bahasa Latin yang secara bahsa berarti Tuhan keluar membantu. Hal ini menunjuk pada karakter buatan, imajiner, alat ataupun peristiwa yang tiba-tiba saja terjadi atau ada dalam sebuah pertunjukan fiksi atau drama sebagai jalan keluar dari sebuah situasi atau plot yang sulit (contohnya, tiba-tiba ada ibu peri yang muncul untuk menolong Cinderella supaya bisa datang ke pesta dansa di istana).

[2] Aristoteles mengartikan kata ini sebagai “perubahan perilaku dari acuh menjadi butuh karena perkembangan cerita (mengetahui yang sesungguhnnya), tumbuhnya rasa cinta atau benci yang timbul antar karakter yang ditakdirkan oleh alur cerita”. Contohnya, pangeran dalam cerita Cinderella sebelum tidak peduli pada gadis-gadis yang memiliki sepatu kaca, tapi begitu ia mengetahui bahwa gadis misteriusnya memakai sepatu kaca, maka ia mencari gadis-gadis yang muat dengan sepatu kacanya.

[3] Kata ini mengacu kepada sensasi, atau efek turut terbawanya alur cerita ke dalam hati. Perasaan ini seyogyanya muncul di hati para penonton seusai menonton drama yang mengena. (contohnya, turut menangis,tertawa, atau perasaan iba terhadap karakter drama).

[4] Positifisme dirunut dari asalnya berasal dari pemikiran Auguste Comte pada abad ke 19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
[5] Menurut pandangan ini ilmu diasosiasikan dengan objektivitas. Objektivitas yang dimaksudkan di sini adalah objektivitas yang menekankan prinsip standardisasu observasi dan kosistensi. Landasan philosofisnya adalah bahwa dunia ini pada dasarnya mempunyai bentuk dan struktur.

sumber : catatan kuliah..WordPress.com weblog (Rizki Atina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar